SELAMAT DATANG DI "hhapadoh.blogspot.com" KAPAN-KAPAN MAMPIR LAGI YA...

Sabtu, 27 Oktober 2012

Allah SWT dalam memanusiakan manusiaNya .......





Sesungguhnya di dalam  jasad manusia ada mudhghah (segumpal darah), apabila dia berfungsi dengan baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, mudhghah itu adalah qalbu.
(HR.Abu Nu`aym )

Apa kabar saudaraku.......teman setia dalam bercerita, teman setia dalam berbicara, teman setia dalam berkarya, teman setia dalam berbagi..... tentunya berbagi kebaikan. 
Salam sejahtera buat semuanya, semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita ke jalan yang diridhoiNya....Amin..




Diawali dengan Hadist tersebut diatas, seolah-olah menjadikan kunci pembuka hati ini untuk mengawali lagi bercanda dalam kata, setelah lama kemalasan hati untuk menulis lagi berkecamuk dalam jiwa. 

Wahai sahabat ku.... 
Entah kenapa, disadari atau tidak....hati ini selalu saja mudah untuk berubah. Perubahan dalam membawa kita ke arah yang sesuai dengan hati nurani, atau perubahan ke arah yang sulit kita menolaknya...padahal itu sudah jelas diluar pemikiran baik kita yang sebenarnya.
Perubahan dalam wujud prilaku kita mungkin bisa menjadi baik buat kita, tapi belum tentu manjadi baik buat orang lain. Inilah yang akan membedakan kecerdasan Qalbu seseorang, hal ini pula yang menjadikan resahnya hati ini, jangan-jangan kita telah banyak menyakiti orang lain di atas kesenangan diri.


 
Wahai sahabat ku....
Saya ingin mencoba untuk meminimalisir rasa resah yang ada tadi, dengan memahami lebih seksama tentang Qalbu pada diri berdasarkan ilmu, yang akan saya jadikan tema pada tulisan kali ini. Semoga ini pun kan menjadi manfaat buat sahabat setia ku....Selamat menyimak.


Qolbu adalah kekuatan rohani yang dapat mengendalikan perilaku. Dia adalah kendali jasad dan akal. Singkat kata, Qolbu energi penting dalam diri manusia, yang dapat menjadi penentu baik buruknya perilaku manusia. Hati memiliki karakteristik turun-naik, berubah-ubah dan bolak-balik. Hal ini disebabkan karena hati memiliki dua kecenderungan yaitu kecenderungan kepada jalan Kefasikan dan kecenderungan pada jalan Ketaqwaan'




Pengertian qalbu (bentuk masdar) dari qalaba yang artinya ’berubah-ubah, berbolak-balik, tidak konsisten, berganti-ganti’. Pokoknya qalbu merupakan lokus atau tempat di dalam wahana jiwa manusia yang merupakan titik sentral atau awai segala awai yang menggerakkan perbuatan manusia yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Qalbu juga merupakan saghafa atau hamparan yang menerima suara hati (conscience) yang berasal dari ruh dan sering pula disebut dengan nurani (bersifat cahaya) yang menerangi atau memberikan arah pada manusia untuk bertindak dan bersikap berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya.

Dengan qalbu itulah, Allah ingin memanusiakan manusia, memuliakan­nya dari segala makhluk yang diciptakan-Nya. Sebaliknya, karena qalbu itu pula, manusia membinatangkan dirinya sendiri. Hal ini bisa terjadi dikarenakan qalbu merupakan titik sentral kecerdasan dan sekaligus kebodohan ruhaniah bagi manusia. Itulah sebabnya, Allah menempatkan qalbu sebagai sentral ke­sadaran manusia sehingga Allah sendiri tidak mempedulikan tindakan yang tampak kasat mata, bahkan Allah memaafkan kesalahan yang tidak dengan sengaja disuarakan oleh hati nuraninya perbuat,




Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan) Nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jiwa) jalan kejahatan dan ketaqwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya (jiwa itu).
(QS Asy Syam : 8-10)


 
Kecenderungan jiwa kepada jalan kefasikan yaitu disebabkan oleh bisikan-bisikan kejahatan syaitan yang berkeinginan untuk merusak martabat manusia. Wujud dari bisikan ini tentunya akan membawa kepada jalan kesesatan dengan membisikkan dan menghujamkan berbagai penyakit yang merusak kebeningan qolbu (penyakit qolbu).

Qolbu sebagai energi penggerak, sumber pembentukan kepribadian dan penentu respon individu serta sebagai tempat bersemayamnya Nurilahi sumber fitrah kebaikan, maka sudah selayaknya ditata dan dijaga supaya kesibukannya hanyalah ketaatan dan kegiatannya adalah kebaikan.




 PERAN QOLBU

  • Hati ibarat raja 
Hati adalah raja dan tubuh adalah pasukannya. Apa yang diperintahkan oleh raja itulah yang dilaksanakan oleh pasukannya. Begitulah hati. Hati memiliki kekuasaan untuk memerintah sedangkan tubuh adalah melaksanakannya. Ketika hati condong kepada kebaikan, maka kebaikanlah yang akan muncul, demikian sebaliknya.

  • Hati tempat bersemayamnya Allah SWT
“Hati bisa memberikan ketenangan, karena di hati terletak kebenaran dan cahaya Allah”.

  • Hati ibarat cermin
Setiap gambar yang tampak adalah merupakan pantulan cermin. Begitu pula perilaku. Setiap perilaku yang muncul merupakan pentulan dari hati.




PEMBAGIAN QOLBU
Qolbu bersifat bolak balik, kadang taat kadang maksiat, kadang lurus kadang bengkok. Ini semua tergantung dari kesibukan yang dilakukannya. Untuk mengetahui keadaan hati kita atau mendeteksi kondisi hati, tentunya kita perlu mengetahui berbagai kondisi hati yang sudah diisyaratkan oleh Alla SWT, yaitu :
  • Qolbun Mayyit (Hati yang mati), Al-Baqarah: 6-7
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah-Nya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati model ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah.
  • Qolbun Maarid (Hati yang sakit)
Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang paling kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada ketaatan, akan tetapi kadang pada kelalaian dan kemaksiatan. Didalamnya terdapat pula kecenderungan kepada syahwat dan pengaruhnya seperti sifat sombong, ujub, dengki, dll.
  • Qolbun Saliim (Hati yang selamat)
Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang tidak dikendalikan oleh syahwatnya, dia dapat menundukkan syahwatnya. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah. Ubudiyahnya murni kepada Allah Iradahnya (kehendak), mahabbahnya (cinta), inabahnya (kembali kepada Allah), ikhbatnya (merendahkan diri), khasyyah-nya (sedih), raja’nya (harap), dan amalnya semuanya lillah karena-Nya.
 




6 Ciri orang yang memiliki penyakit hati atau qolbu :
  1. Kehilangan cinta yang tulus kepada Allah SWT.
  2. Gelisah dengan urusan dunia.
  3. Kehilangan kekhusyuan.
  4. Malas beramal.
  5. Matanya atau hatinya keras.
  6. Gemar melakukan dosa.



Rupanya, istilah qalbu mirip dengan heart dalam bahasa Inggris, sama-sama memilki makna ganda. Heart dapat bermakna jantung (heart attack, serangan jantung) dapat juga bermakna hatinurani (you’re always in my heart, kamu selalu hadir di hatinuraniku). Maka apabila mendengar perbincangan tentang qalbu perhatikanlah konteksnya. Kalau yang berbicara adalah dokter medis, tentu qalbu yang diucapkannya lebih bermakna jantung. Tapi bila dikaitkan dengan perbincangan tentang moral, iman atau spiritualitas, maka maknanya lebih mengarah pada hatinurani yang wujudnya ruhaniah.

Allah tidak memandang apa yang tampak, tetapi melihat yang lebih esensial, yaitu qalbu manusia, karena dari sinilah berangkat segala tindakan yang autentik. Rasulullah bersabda,

"Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk wajahmu, tidak me­mandang badanmu, melainkan Dia memandang qalbumu."

Di dalam qalbu terhimpun perasaan moral, mengalami dan menghayati tentang salah-benar, baik-buruk, serta berbagai keputusan yang harus diper- tanggungjawabkannya secara sadar, sehingga kualitas qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil sebagai subjek, bahkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi (divine vicegerency) ataukah terpuruk dalam kebinatangan yang hina, bahkan lebih hina dari binatang yang melata. Qalbu merupakan awai dari sikap sejati manusia yang paling autentik, yaitu kejujuran, keyakinan, dan prinsip-prinsip kebenaran.





 
Perasaan moral tersebut akan ditampilkan dalam bentuk tindakan yang berorientasi pada prestasi (achievemnents orientation ’amal saleh’). Dengan pemahaman ini, tumbuhlah kecerdasan ruhaniah yang paling awai, yaitu ke­sadaran untuk bertanggung jawab. Sehingga, seorang karyawan yang datang terlambat dengan sengaja, pada hakikatnya dia sedang mengkhianati hati nuraninya sendiri, merusak keyakinan moralnya, yaitu iman dan sekaligus tidak memiliki rasa tanggung jawab. Iman dan takwa telah tercoreng oleh perbuatan­nya tersebut, betapa pun tindakannya tersebut dianggap sepele (hanya datang terlambat). Padahal, nilai moral tidak dapat diukur oleh asumsi demikian, tetapi rasa getir karena telah berkhianat. Bukan soal kuantitas melainkan kualitas dari nuraninya mulai dikesampingkan, dan betapa pun kecilnya sebuah tindakan yang mengkhianati komitmen iman pada akhimya akan memberikan akibat yang sangat buruk, bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan pula untuk orang lain. Bila Anda terlambat, berarti ada mekanisme yang terputus karena keberadaan Anda merupakan bagian dari sebuah sistem. Keterlambatan Anda akan ditanggung oleh teman-teman Anda dan Anda sendiri menjadi bagian dari penghambat mekanisme kerja yang akan merugikan bukan hanya Anda, tetapi perusahaan! Anda tidak saja melecehkan suara hati Anda sendiri, tetapi Anda sedang dalam keadaan zalim dan menzalimi.




Dengan demikian, yang kita maksudkan dengan kecerdasan ruhaniah ialah ke­mampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan kebenaran yang meng-llahi dalam cara dirinya mengambil keputusan atau melakukan pilihan-pilihan, berempati, dan beradaptasi.

Qalbu orang yang berdosa akan menghitam. Ungkapan ‘menghitam’ di sini adalah ungkapan perumpamaan (majâzi, metaphoric) bukan ungkapan sesungguhnya (haqîqi). Namun bukan berarti karena dosa tak kan nampak bekas-bekas fisiknya lalu kita akan seenaknya saja berbuat dosa. 
Na`ûdzubillâh min dzâlik.......

Akhirnya.....sudah merasa terhindarkah kita dari penyakit hati...?. Dan sudah merasakankah menjadi manusia yang dimanusiakan Allah......? 
Yu, kita bersama-sama untuk membaca hati, agar keresahan lambat laun menjadi asing dalam diri kita. Semoga......





 Sumber Ilmu disadur dari:
  • Majelis Manajemen Qolbu (MMQ) yang disampaikan oleh Ustadz Mulyadi Al Fadhil, MPd
  • Coretan TQN (Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah) Suryalaya



Rabu, 10 Oktober 2012

Di Sepertiga Malam......10-10-2012.




Ya Allah......Ya..Rabbana....
di sepertiga malam ini, saya memohon ampunanMu....
dengan penuh kelemahan dan ketidakberdayaan....


Ya Rabb....
Sujud syukurku kepadamu karena sampai saat ini aku masih bisa bersanding bersama orang-orang yang sangat ku cintai. Terkadang hidup ini penuh dengan kesesatan duniawi, tatkala akupun sering melanggar semua perintahMu dan selalu mengulanginya secara terus menerus, baik itu sengaja ataupun dalam ketidak sengajaanku. Dengan penuh kesadaran aku menyadari bahwa selama ini yang aku lakukan hanyalah mempersulit keadaan orang-orang yang aku cintai dan masih belum bisa membahagiakan mereka. Akan tetapi, aku yakin bahwa di balik itu semua Engkau punya rencana yang amat baik demi menuntunku ke jalan yang Engkau ridhai.




 
Kata taubat yang telah ku ucap kini ku nodai lagi
Ku terikat dengan banyak dosa yang terkadang ku hindari
Kalau bukan karena rahmatMu mungkin ku sudah menjadi
Manusia yang hina dan jauh dari pandangan semua
Ku yakin Kau masih mau memberi kesempatan lebih dari seribu kali

Ya Allah ...
ku telah sia-siakan usiaku...Yang ku takut bukan saat ku mati
Tapi yang ku takut setelah ku mati
Amal apa yang akan ku bawa saat ku di hisab nanti
Dosaku yang terhapus rahmatMu kini ku nodai lagi
Dan semua nikmat yang Kau beri telah banyak ku ingkari


 Jadi orang yang sukses ternyata bukan dilihat dari harta yang dimiliki, tetapi sukses itu disaaat aku bisa membuat orang yang dicintai bahagia saat bersama ku. Kesombongan dunia ini terkadang membutakan hatiku, ampunilah hambaMu........Ya Rabb.





 Waktu dalam hidup kadang mengalir tak terasa. Kadang merambat panjang dan membosankan. Di saat-saat yang hanya setahun sekali ini, aku duduk merenung dan meninjau kembali segala apa yang telah terjadi. Mencoba untuk menemukan asal dari apa yang telah ku hadapi saat ini. Ternyata hari ini adalah hasil dari pilihan-pilihan yang telah ku ambil di masa lampau. Dan setiap pilihan kemarin menuntut tanggung jawab yang harus ku pikul hari ini. Tak bisa lain. Pahit atau manis, ku coba untuk menerima kenyataan.  Rasa  tanggung-jawab atas segala pilihan merupakan keputusanku yang adil.
Pertanggung-jawaban atas apa yang telah ku lakukan. dengan berusaha mengadakan pilihan-pilihan baru.  Bukan dengan merasa hampa dan tak berbuat apa-apa lagi. Bukan pula dengan menyalahkan pihak lain. 




Hari ulang tahunku...... hari untuk bersyukur, bahwa apapun yang telah kunikmati, apapun yang sedang kualami saat ini, dan apapun nanti yang akan kuhadapi, segalanya merupakan tanggung-jawabku sendiri di hadapan Nya. Maka akupun berdo'a.... agar aku tidak menghindarkan diri dari segala kesesakan ini. Agar aku tidak lari dari aliran sang waktu. Agar aku tidak berakhir di saat yang tidak dikehendakiNya. Melainkan tetap tabah untuk menghadapi hidup sambil membuat pilihan-pilihan baru jika pilihan-pilihanku yang dulu gagal.  




Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru…

Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah

Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku…
Karena ibadahku masih pas-pasan…

Kuraba dahiku…
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku
Ya Allah.....
ku mohon...bimbinglah aku,
agar aku selalu ada dalam RidhoMu.....
Amin........ 





Catatan di sepertiga malam 10 Oktober 2012











Sabtu, 19 Mei 2012

Mengapa bukan ayah saja yang meninggal...?






Tak terasa hari sudah semakin senja.....rasa jenuh hinggap erat dipikiranku ini, tapi kaki rasanya berat tuk melangkah meninggalkan tempat pekerjaan. Akhirnya saya mencoba tuk membuka layar monitor komputer yang ada dihadapanku, dan mulai terasa sedikit demi sedikit terusir rasa jenuh ini. Saya mulai mengisi waktu menjelang pulang kerja dengan membuat artikel yang sudah lama tak sempat kulakukan...entah kenapa....
Semoga bermanfaat ya ...sahabat...? mau kan baca kisah ini......

Kisah kali ini diilhami oleh sebuah artikel yang berjudul "Mengapa bukan ayah saja yang meniggal" oleh Akhi Waryanto. Dan saya tidak akan merubah sedikitpun judulnya (kecuali isi saya berikan improvisasi disana-sini agar lebih terasa lebih dalam)....karena ini adalah yang membuat saya penasaran akan kisahnya, semoga ini juga kan terjadi pada mu......sahabat.


Photobucket



Begini......
Di sebuah pinggiran kota besar, ada Sekolah Dasar dimana seorang bocah, pendiam, kecerdasannya biasa-biasa saja tapi selalu ingin tahu, dia sangat mempigurkan guru agamanya dibanding orang tuanya sendiri. Dia adalah seorang siswa kelas 3 SD di sekolah tersebut.



Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat berjamaah termasuk "shalat shubuh".
Bagi si anak, shalat Shubuh adalah merupakan sesuatu yg sulit dilakukan. Namun sang bocah ini telah bertekad untuk menjalankan shalat shubuh di masjid. 
Lalu dgn cara bagaimana anak ini memulainya?
Dibangunkan ayahnya kah.... ? ibunya kah...? atau dengan alarm...?...tak terbayangkan buat bocah sekecil itu harus bagaimana melakukannya....




Sang anak nekat tak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan. Semalaman anak begadang, hingga tatkala adzan berkumadang, iapun ingin segera keluar menuju masjid.
 
Tapi...tatkala ia membuka pintu rumahnya...Suasana betapa gelap pekat, sunyi, senyap...membuat nyalinya menjadi ciut....tak terpikirkan sebelumnya, seegera pintu rumahnya ditutup kembali, sibocah mulai resah akan niatnya yang takkan kesampaian...padahal sudah berusaha semalaman tidak tidur.

Tapi tak beberapa lama....sang bocah mendengar suara langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul-mukul tanah.....tok...tok...tok....!!
Dengan hati agak takut, si bocah mulai memberanikan diri membuka pntu rumahnya kembali.




Ya.......(dengan hati agak sumringah), ada kakek-kakek ternyata berjalan dengan tongkatnya.....Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid.....lalu ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek Dan akhirnya berbahagialah sang bocah itu dapat melakukan shalat shubuh berjamaah di Mesjid.
Begitu pula cara ia pulang dari masjid. Bagi sang bocah menjadikan itu sebagai kebiasaan.....begadang malam, shalat shubuh mengikuti sang kakek ...dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah.





Hari demi hari...sang bocah melakukan aktivitas, nyaris tak satupun kedua orang tuanya yang tahu, selain hanya melihat sang bocah lebih banyak tidur di siang hari daripada bermain dan orang tuanya hampir tak memperdulikannya.... ini dilakukan sang bocah agar bisa begadang malam. 
Hingga suatu hari........
Terdengar kabar oleh si bocah, sang kakek  itu meninggal
Sontak, si bocah menangis kehilangan........




Sang ayah heran...”Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu...bukan siapa-siapa kamu!”
Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata, “kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”,  anak itu semakin histeris nangisnya......kakeek..... jangan pergi......!!
“Subhanallah.....nak, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.
Si bocah berkata, “Mendingan ayah saja yg meninggal, karena ayah tidak pernah membangunkan aku shalat Shubuh, dan mengajakkku ke masjid. ......ayah jahat......!!
Sementara kakek itu....setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Shubuh.”, kakek...kenapa kakek pergi....dengan siapa nanti saya ke mesjid......??


ALLAHU AKBAR...! .....Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya....Maafkan ayah nak....ayah terlalu disibukan pekerjaan, sampai nggak perdulikan semua ini.....





Kata-kata anak tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yg semestinya taat menjalankan perintah-Nya. Sang ayah rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya......Subhanallah...

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: "Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa(QS. Al Furqon: 74)




Kadang para orang tua tidak menyadari, bahwa diantara anak kita ada salah seorang yang diberikan oleh Allah SWT cahaya keimanannya sejak dini, sehingga dia sebetulnya menginginkan orang tuanya tuk menggemblengnya dan selalu mengingatkan akan kebaikan.
Saya pun merasakan itu, ketika di sekolah tempat saya mengajar sepuluh tahun yang lalu. Salah seorang siswa marah justru karena ada seorang guru yang membiarkan teman-teman sekelasnya ribut, dia memukul meja....seketika keributan di kelas itu menjadi hening....dan seketika itu juga anak yang memukul meja  keluar meninggalkan kelas, guru dan teman-temannya. Saya hampiri anak itu...dan dia mulai bercerita akan peristiwa yang terjadi. Akhirnya...saya mencoba memberikan ketenangan padanya agar tidak usah takut....karena kamu benar.
Semoga ini kan menjadi pengalaman yang bermanfaat buat kita semua...tuk menjalani kehidupan selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Amin.....

Salam Ukhuwah.




Photobucket



   

Kamis, 10 Mei 2012

Ketika cinta memudar .....





“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ (Ar-Ruum [30]: ayat 21)


Dalam hal keluarga seringkali terdengar sebutan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sakinah artinya tentram, yaitu adanya kepercayaan dalam berumah tangga, dan saling memahami sifat pasangan masing-masing. Keluarga sakinah menunjukan keluarga yang tenang dan damai. Mawaddah artinya cinta, yang merupakan tahapan berikutnya yang dirasakan pada pasangan. Cinta yang didasarkan atas rasa cinta kepada Allah SWT. Keluarga mawaddah menunjukan keluarga yang saling mencitai dan menyayangi. Rahmah artinya rahmat, merupakan akhir dari segala perasaan. Dalam tahap ini yaitu menjalankan pernikahan dengan benar-benar sehingga memproleh ridha Allah SWT. Dalam garis besar tujuan keluarga yaitu menjadi tempat yang tenang dan harmonis sebagai tempat lahirnya keturunan yang baik yang kemudian menjadi bagian masyarakat yang membangun. Sementara fungsi dari keluarga selain untuk mengikat cinta satu sama lain juga sebagai pembentuk generasi penerus keluarga.


Menurut Prof Dr Hamka, rahmah lebih tinggi kedudukannya daripada mawaddah sebab ia kasih mesra di antara suami isteri yang bukan lagi berasaskan keinginan syahwat, sebaliknya rasa kasih sayang murni yang tumbuh dari jiwa yang paling dalam sehingga suami isteri merasakan kebahagiaan yang tidak bertepi dan ketenangan yang tidak berbatas. Yang mereka inginkan adalah mengisi hari-hari akhir dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya secara bersama-sama. Mereka juga berusaha memberikan contoh yang baik, teladan dan nasihat kepada anak cucu supaya mereka tidak salah dalam memilih jalan hidup di dunia yang penuh dugaan ini. Inilah hakikat rahmah itu.

Allah akan menurunkan rahmah di dalam satu keluarga apabila keluarga berkenaan dibina atas niat mencari keredaan Allah. Oleh sebab itu, di dalam proses membina satu rumah tangga, Rasulullah memberikan bimbingan kepada umat Islam agar memilih pasangan karena empat prinsip, yaitu kecantikan, keturunan, kekayaan dan agamanya. Akan tetapi Rasulullah memberatkan agar agama menjadi keutamaan. Ada kalanya orang memilih pasangan karena kecantikan dan kekayaan sehingga mereka lupa bahwa kecantikan dan harta bersifat sementara. Begitu juga dengan keturunan dan nasab tidak selamanya menjamin kebahagiaan.




Pada sikon kekinian, banyak hal  terjadi dalam masyarakat, yang secara langsung dan tidak, mempengaruhi setiap anggota keluarga. Ketidaksiapan dan ketidaksanggupan menanggapi serta mengatasi setiap permasalahan tersebut, berdampak pada hancurnya keluarga, termasuk putusnya ikatan perkawinan atau perceraian.
Dinamika dalam perkawinan dan keluarga, memunculkan hal-hal membangun, sejahtera, kebahagiaan, dan juga keributan, dan berbagai ancaman terhadap keutuhan keluarga. Ada banyak faktor yang  menyumbangkan terputusnya suatu perkawinan, hal tersebut antara lain;

 
  • Kehilangan cinta kasih. Pada umumnnya laki-laki dan perempuan memasuki hidup dan kehidupan sebagai suami-isteri  dengan alasan cinta. Namun, cinta tersebut hanya sekedar kata cinta dan tanpa makna mendalam serta ikatan yang kuat. Cinta seperti itu tidak berisi kasih-sayang sejati atau agape. Jika seperti itu, maka suami-isteri mudah kehilangan cinta yang berdampak pada retaknya hubungan mereka, kemudian berujung pada perceraian. Kasih sejati mampu menutup segala bentuk kekurangan dan sebagai pengikat yang mempersatukan suami-isteri sampai maut memisahkan mereka.  
  • Ketidakmampuan menyesuaikan diri. Setiap laki-laki dan perempuan, sebelum mereka menjadi suami-isteri, mempunyai berbagai latar belakang; misalnya, budaya, agama, pendidikan, tingkat dan status sosial, ekonomi, gaya hidup, agama. Ketika masih pacaran dan bertunangan, mereka belajar untuk mencapai kesepadanan dan kesusaian antar keduanya. Akan tetapi, ketika proses tersebut belum mencapai tingkat maksimal atau memadai, mereka sudah menikah dan menjadi suami-isteri. Pada sikon seperti itu, ditambah dengan perkembangan dan pengaruh dari luar keluarga,  suami atau isteri terjebak dalam dunianya[sesuai latar belakangnya] sambil tidak mau menyesuaikan diri dengan sikon pasangannya. Jika hal itu, terus menerus terjadi maka semakin lama memunculkan pemisahan dalam berbagai hal yang berujung pada perceraian.
  • Hidup yang monoton. Suami-isteri yang telah lama menjalani hidup dan kehidupan keluarga, kadang-kadang terjerumus ke dalam sesuatu [kondisi hidup dan kehidupan] yang monoton dan membosankan. Akibat, suami-isteri inginkan sesuatu yang bernuansa baru; namun kadang-kadang justru meninggalkan suami atau isterinya. Kesepian hidup dan kehidupan. Biasanya, pada suami-isteri yang anak-anaknya sudah dewasa dan telah membangun keluarga sendiri, memasuki hari-hari kesendirian dan kesepian. Dengan itu, memudahkan munculnya kebosanan.



Photobucket





Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9) 


 

Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebih utama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam keluarga maupun dalam masyarakat.




Bagaimana mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah itu?
Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:

  • Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang dilarang Allah SWT
  • Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha Allah dan surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dari siksa api neraka.
  • Istri berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya tentang agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan suaminya.
  • Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.
  • Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
  • Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersyukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-qur’an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
  • Suami istri selalu memohon kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah.
  • Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. 
  • Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.
 Wallahu Alam




Akhirnya penulis serahkan  segalanya padamu wahai sahabatku.....Semoga kita diberikan kekuatan, kemampuan dan kesabaran dalam menghadapi semuanya.  Amin.......








Jumat, 16 Maret 2012

Dalam pengharapanku, suami bragajul ......





Perasaan bahagia menyelimuti hati setiap insan, kebahagiaan yang sulit untuk di lukiskan. Barangkali, hari itu adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupnya, hari yang penuh suka cita, hari dimana seorang lelaki yang merubah statusnya menjadi seorang Suami, telah dipertemukan dengan dambaan hati yang sekaligus menjadi seorang Istri, ‘buruan’ cintanya. Senyum mengembang di langit wajah, bahkan air mata bahagia dan haru menetes mengairi taman hatinya yang rindu akan belaian cinta dan kasih sayang. Ia telah berani melangkah, demi menyelamatkan iman, agama dan hatinya.

Kursi pelaminan menjadi saksi bisu akad nikah. Hari dimana dua makhluk Allah bertemu dalam cinta kasih yang sah, terikat dalam mistsiqan ghalizhan. Kepada kedua pengantin setangkai bunga do’a dari hati yang tulus di persembahkan, “Bakarakallahu laka, wabaraka ‘alaika, wajama’a bainakum Fi khairin.” Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, amin.

Sang suami telah menempuh jalan yang lurus, jalan yang selamat dan diridhai Allah. Jalan orang-orang yang merindukan kejernihan hati dan ketentraman jiwa.



Tidak dipungkiri, seorang suami telah merancang dari jauh hari bagaimana ia menyiapkan hari yang bersejarah dalam hidupnya. Bagaimana ia menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan, mulai dari ilmu, mental, finansial, dan kesehatan fisik. Barangkali keinginan menikah telah menjadi niat sejak beberapa tahun kebelakang, sebagaimana yang juga bergejolak dalam hati banyak anak muda. Kerinduan yang tak lagi tertahankan untuk berjumpa sang kekasih dambaan jiwa. Kerinduan untuk bisa memadu hati, menumpahkan segala keluh-kesah dan gelora jiwa.
 
Setiap laki-laki manapun mendambakan seorang istri yang solehah. Istri yang ketika dilihat menyenangkan hati, ketika diperintah ia patuh, ketika ditinggalkan ia menjaga harta dan dirinya, dan ketika salah ia mau diingatkan. Istri solihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Ia ibarat sebuah madrasah yang kelak didalamnya anak-anak yang lahir akan dibesarkan, dididik dan dibina.

 Rasulullah Saw. bersabda : Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah . (HR. Muslim).



Seorang laki-laki dewasa (calon Suami), suatu saat bercita-cita untuk membentuk rumahtangga. Pilihannya, pasti seorang wanita solehah yang menyejukkan hati dan mata. Dia pernah membayangkan, alangkah bahagianya menjadi seorang suami yang kuat pribadinya dan mampu membimbing orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya. Dia teringat akan pesan Rasulullah, bahwa "hanya lelaki yang mulia saja yang akan memuliakan wanita."
Kita pun (para suami) pernah bercita-cita mengikuti Rasulullah yang begitu sayang dan lemah lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah diri apabila membantu isteri melakukan pekerjaan rumah. 

Rumahtangga terus berlalu; hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan. Biarpun harapan dan cita-cita menghidupkan rumahtangga Muslim terus hidup, namun kenyataan pun harus di hadapi juga.
Perbedaan kepribadian, perasaan, pembawaan, selera dan kegemaran yang selama ini terbina dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda, ternyata tidak mudah untuk disatukan. Jika sebelum perkawinan semua itu dikatakan mudah diselesaikan melalui pemahaman agama, ternyata lambat laun ada juga perselisihan. Perselisihan memang tidak dapat dielakkan dalam rumahtangga. Apalagi jika pasangan suami isteri tidak menyadari bahawa syaitan senatiasa berusaha untuk menjahanamkan anak Adam.
 
Dalam kisah perkawinan sering terjadi..... ternyata segala yang dibayangkan tidaklah seindah realitasnya. Mencontoh rumahtangga Rasulullah memang satu tuntutan. Namun sebagai seorang Islam, tantangan dan cobaan adalah peluang untuk mempertingkatkan diri dan semakin bergantung kepada Allah SWT.  Berbagai masalah dalam perkawinan dan rumahtangga harus dihadapi secara sabar dan realistik oleh pasangan suami isteri yang inginkan naungan Allah SWT. 




Disatu sisi ada isteri yang mengeluh karena cara suami menegur, dikatakan kasar dan memalukan. Disisi lain Suami pun mulai mengeluh.Ternyata isterinya tidak seperti dia impikan, karena sikap isteri yang kurang cakap mengurus keluarga. Maklum saja, ada dikalangan isteri sebelumnya sibuk belajar dan berorganisasi sehingga sangat jarang ikut mengurus masalah dapur.

Keduabelah pihak saling mencari alasan-alasan untuk memperkuat argumentasi dalam memandang sikap masing-masing pada pasangannya. Akhirnya mulai merasakan penyesalan apa yang sudah menjadi keputusannya, karena niat untuk menumpahkan perhatian sepenuhnya kepada suami/istri dan rumahtangga, dan mencapai impian menjadi suami/istri sholeh/hah sulit terwujudkan.

Kadang-kadang semangat seorang Muslimah solehah untuk keluar rumah mencari kesibukan di luar tidak diimbangi dengan peranannya dalam rumahtangga. Hal ini menyebabkan suami mengeluh karena dibebani dengan tugas-tugas rumahtangga. Ada juga di kalangan isteri terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, dan sering lupa untuk melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.
Ada suami yang sikapnya dingin, tidak pandai memuji dan bercanda dengan isterinya. Apabila melihat kebaikan pada isterinya dia diam saja, tetapi apabila melihat kelemahan, segera diungkit. Memang, banyak cobaan pada pasangan suami isteri dalam rumahtangga.




Tidak semua yang indah-indah seperti diimpikan sebelum berumahtangga menjadi kenyataan. Sudah menjadi sunnah kehidupan, bahwa akan berlaku pergeseran kecil dan perbedaan, sepanjang menjadi suami isteri. Itu namanya asam garam berumahtangga.

Tapi kadang pada kondisi tertentu, dimana kedua belah pihak (suami/istri) sudah tidak ada lagi kesamaan dalam bersikap...maka salah satu harus ada yang menjadi penyelamat untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. 

Sebagai bahan renungan:

Kasus perceraian di Kota Bekasi masih tinggi. Pengadilan Agama Bekasi mencatat ada sekitar 500 lebih pasangan suami istri mengajukan perceraian selama 2012 ini.  Hal itu, rata-rata diajukan pihak istri. (Kasus Perceraian Didominasi Istri)
Olehkarena itu, melihat kasus ini nampaknya peranan wanita/seorang istri di zaman sekarang ini sangat memegang peranan penting dalam menyelamatkan keutuhan rumah tangganya
Memang jika melihat diluar kacamata keimanan, sepertinya istri selalu saja terpojokkan, apalagi kalau kita simak hal berikut ini:

Golongan Wanita Yang Di Siksa Dalam Neraka “Abdullah Bin Masud r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. bersabda :

 “Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah SWT. mencatat baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya, bahkan segala sesuatu yang disinari sang surya akan memintakan ampunan baginya, dan Allah s.w.t. mengangkat seribu derajat untuknya.” 
(H.R. ABU MANSUR DIDALAM KITAB MASNADIL FIRDAUS)


Ali r.a. meriwayatkan sebagai berikut : Saya bersama-sama Fathimah berkunjung kerumah Rasulullah, maka kami temui beliau sedang menangis. Kami bertanya kepada beliau: “Apakah yang menyebabkan engkau menangis wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pada malam aku di Israkan ke langit, saya melihat orang-orang yang sedang mengalami penyiksaan, maka apabila aku teringat keadaan mereka, aku menangis.”



Saya bertanya lagi, “Wahai Rasulullah apakah engkau lihat?” Beliau bersabda:
1. Wanita yang digantung dengan rambutnya dan otak kepalanya mendidih.
2. Wanita yang digantung dengan lidahnya serta tangan dicopot dari punggungnya, aspal mendidih dari neraka dituang ke kerongkongnya.
3. Wanita yang digantung dengan buah dadanya dari balik punggungnya, sedang air getah kayu Zakum dituangkan ke kerongkongnya.
4. Wanita yang digantung, diikat kedua kaki dan tangannya kearah ubun-ubun kepalanya, serta dibelit dan dibawah kekuasaan ular dan kala jengking.
5. Wanita yang memakan badannya sendiri, serta dibawahnya tampak api yang berkobar-kobar dengan hebatnya.
6. Wanita yang memotong-motong badannya sendiri dengan gunting dari neraka.
7. Wanita yang bermuka hitam serta dia makan usus-ususnya sendiri.
8. Wanita yang tuli, buta dan bisu didalam peti neraka, sedang darahnya mengalir dari lubang-lubang badannya (hidung, telinga, mulut) dan badannya membusuk akibat penyakit kulit dan lepra.
9. Wanita yang berkepala seperti kepala babi dan berbadan himmar (keledai) yang mendapat berjuta macam siksaan.
10. Wanita yang berbentuk anjing, sedangkan beberapa ular dan kala jengking masuk melalui duburnya atau mulutnya dan keluar melalui duburnya, sedangkan malaikat sama-sama memukuli kepalanya dengan palu dari neraka.
Maka berdirilah Fatimah seraya berkata, “Wahai ayahku, biji mata kesayanganku, ceritakanlah kepadaku, apakah amal perbuatan wanita-wanita itu.” Rasulullah s.a.w. bersabda : “Hai Fatimah, adapun tentang hal itu :
1. Wanita yang digantung dengan rambutnya kerana tidak menjaga rambutnya (di jilbab) dikalangan laki-laki.
2. Wanita yang digantung dengan lidahnya, kerana dia menyakiti hati suaminya, dengan kata-katanya.”
Kemudian Rasulullah S.A.W. bersabda : “Tidak seorang wanita pun yang menyakiti hati suaminya melalui kata-kata, kecuali Allah s.w.t. akan membuat mulutnya kelak dihari kiamat selebar tujuh puluh dzira kemudian akan mengikatkannya dibelakang lehernya.”
3. Adapun wanita yang digantung dengan buah dadanya, kerana dia menyusui anak orang lain tanpa seizin suaminya.
4. Adapun wanita yang diikat dengan kaki dan tanganya itu, kerana dia keluar rumah tanpa seizin suaminya, tidak mandi wajib dari haid dan dari nifas (keluar darah setelah melahirkan).
5. Adapun wanita yang memakan badannya sendiri, kerena dia bersolek untuk dilihat laki-laki lain serta suka membicarakan aib orang lain.
6. Adapun wanita yang memotong-motong badannya sendiri dengan gunting dari neraka, dia suka menonjolkan diri (ingin terkenal) dikalangan orang banyak, dengan maksud supaya mereka (orang banyak) itu melihat perhiasannya, dan setiap orang yang melihatnya jatuh cinta padanya, karena melihat perhiasannya.
7. Adapun wanita yang diikat kedua kaki dan tangannya sampai keubun-ubunnya dan dibelit oleh ular dan kala jengking, kerana dia mampu untuk mengerjakan sholat dan puasa, sedangkan dia tidak mau berwudhu dan tidak sholat dan tidak mau mandi wajib.
8. Adapun wanita yang kepalanya seperti kepala babi dan badannya seperti keledai (himmar), karena dia suka mengadu-domba serta berdusta.
9. Adapun wanita yang berbentuk seperti anjing, kerana dia ahli fitnah serta suka marah-marah pada suaminya.




Dalam sebuah hadis Rasulullah S.A.W. bersabda : empat jenis wanita yang berada di surga dan empat jenis wanita yang berada di neraka dan beliau menyebutnya di antara empat jenis perempuan yang berada di surga adalah :
1. Perempuan yang menjaga diri dari berbuat haram lagi berbakti kepada Allah dan suaminya.
2. Perempuan yang banyak keturunannya lagi penyabar serta menerima dengan senang hati dengan keadaan yang serba kekurangan (dalam kehidupan) bersama suaminya.
3. Perempuan yang bersifat pemalu, dan jika suaminya pergi maka ia menjaga dirinya dan harta suaminya, dan jika suaminya datang ia mengekang mulutnya dari perkataan yang tidak layak kepadanya.
4. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia mempunyai anak-anak yang masih kecil, lalu ia mengekang dirinya hanya untuk mengurusi anak-anaknya dan mendidik mereka serta memperlakukannya dengan baik kepada mereka dan tidak bersedia kawin karena khawatir anak-anaknya akan tersia-sia (terlantar).

Kemudian Rasulullah S.A.W. bersabda : Dan adapun empat jenis wanita yang berada di neraka adalah :
1. Perempuan yang jelek (jahat) mulutnya terhadap suaminya, jika suaminya pergi, maka ia tidak menjaga dirinya dan jika suaminnya datang ia memakinya (memarahinya).
2. Perempuan yang memaksa suaminya untuk memberi apa yang ia tidak mampu.
3. Perempuan yang tidak menutupi dirinya dari kaum lelaki dan keluar dari rumahnya dengan menampakkan perhiasannya dan memperlihatkan kecantikannya (untuk menarik perhatian kaum lelaki).
4. Perempuan yang tidak mempunyai tujuan hidup kecuali makan, minum dan tidur dan ia tidak senang berbakti kepada Allah, Rasul dan suaminya.

Oleh karena itu seorang perempuan yang bersifat dengan sifat-sifat (empat) ini, maka ia dilaknat termasuk ahli neraka kecuali jika ia bertaubat. Diceritakan dari isteri Khumaid As-sa-idiy bahwa ia datang kepada Rasulullah S.A.W. lalu berkata : “Hai Rasulullah sesungguhnya aku senang mengerjakan sholat bersamamu”. Beliau berkata : “Aku mengerti bahwa engkau senang mengerjakan sholat bersamaku, akan tetapi sholatmu di tempat tidurmu itu lebih baik dari pada sholatmu dikamarmu dan sholatmu dikamarmu lebih baik dari solatmu dirumahmu dan sholatmu dirumahmu lebih baik daripada solatmu di mesjidku”.  (Bagi lelaki sangat dituntut sembahyang berjemaah di mesjid).




Menyimak hal tersebut di atas.... jika melihatnya dengan kacamata keimanan, maka semuanya tidak akan menjadi beban buat seorang perempuan/istri dalam menjalani kehidupannya. Bahkan justru akan menjadi lebih terpancarkan keindahan sinarnya dalam menjalani biduk rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Istri solehah akan selalu menjadi sumber kekuatan, tempat bertenang ketika gelisah melanda jiwa, tempat berbagi ketika resah menghimpit hati. Istri solihah bukanlah tipe wanita materialistis, yang ketika ada uang, abang disayang, nggak ada uang abang jangan pulang atau piring melayang. Sabar disaat kesulitan melanda, qana`ah dengan apa yang ada dan bersyukur ketika mendapat kelebihan rezki. Bagi seorang istri solihah keridhaan suami adalah diatas segalanya, walau ia harus melawan keinginannya. Hidupnya seluruhnya ia abdikan untuk suami dalam rangka beribadah dan ketaatan pada Allah Swt. Istri solehah adalah ibarat taman indah nan penuh pesona. Tak lelah mata memandang keindahan budi pekerti dan tingkah lakunya.

Istri solehah selalu dirindu dan dikenang. Rindu pada belaian lembutnya, rindu pada teguran halusnya, rindu akan senyum tulusnya, rindu pada wajahnya yang teduh, air mukanya yang jernih dan rindu pada kata-katanya yang mesra. Hati akan resah bila lama tidak berjumpa, bila jarak telah memisahkan. Hati akan gelisah bila satu hari tidak bertemu. Karena cinta yang telah tenggelam dalam samudera hati, cinta akan kebaikan dan kebagusan akhlaknya. Sungguh benar apa yang disampaikan Rasulullah SAW. bahwa memilih wanita solehah akan membahagiakan seseorang di dunia dan di akhirat.



Istri solehah adalah harta yang paling berharga dan bernilai tinggi yang tiada duanya. Sungguh beruntung dan berbahagia seseorang yang dikaruniai seorang Bidadari Dunia. Hidup akan penuh dengan kebaikan dan ketaatan. Hidup yang selalu bersemangat, penuh cinta dan cita-cita mulia.

Ciri khas seorang wanita shalihah adalah ia mampu menjaga pandangannya. Ciri lainnya, dia senantiasa taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up-nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah memperbanyak dzikir kepada Allah di mana pun berada. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al Quran.

Jika seorang muslimah menghiasi dirinya dengan perilaku takwa, akan terpancar cahaya keshalihahan dari dirinya.

Wanita shalihah tidak mau kekayaan termahalnya berupa iman akan rontok. Dia juga sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi.

Wanita shalihah juga harus pintar dalam bergaul dengan siapapun. Dengan pergaulan itu ilmunya akan terus bertambah, sebab ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik sehingga hal itu berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain. Pendek kata, hubungan kemanusiaan dan taqarrub kepada Allah dilakukan dengan sebaik mungkin. Ia juga selalu menjaga akhlaknya. 



Pasangan suami istri akan mempunyai kelebihan menghadapi cobaan berumah tangga, ketika mereka berbekal pemahaman agama dan rasa ketergantungan yang tinggi kepada Allah SWT. Dengan kata lain, mereka mempunyai pemikiran yang mungkin tidak dirasakan oleh pasangan yang jauh dari Islam. Adakalanya kita memerlukan bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah rumahtangga kita, kerana "kaca-mata" yang kita pakai sudah begitu kelabu sehingga gagal melihat semua kebaikan pasangan hidup kita. Mungkin pihak ketiga bisa membantu mencuci atau memperbaharui kacamata kita supaya pandangan kita kembali jelas dan wajar.

Pasangan yang bijak dan tinggi pemahaman agamanya, akan mampu untuk istiqamah dalam menjaga perkawinan mereka dan lebih mampu menghadapi badai melanda. Adalah penting sebelum kita mendirikan rumahtangga, mempunyai suatu tanggapan bahwa kita (suami/isteri) berjanji akan melengkapi antara satu sama lain, karena manusia bukanlah makhluk sempurna. Manusia tidak mungkin dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Kita harus siap menerima pasangan hidup seadanya, termasuk segala kekurangannya, selama tidak melanggar syariat. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebiasaan dan watak yang berbeda, yang membentuk watak dan persepsi hidup tersendiri. Apabila kita menerima keadaan ini, insyaAllah kita akan berhasil menghindar dari menikah dalam illusi kita pada hari kita diijabkabulkan, tetapi sebaliknya kita sudah menikah dalam realitas kita. Setiap pasangan Muslim, tidak boleh menjadikan rumahtangga sebagai tujuan. Ingat, ia hanya alat untuk kita meningkatkan diri dan ketaqwaan kepada Allah SWT.  Menikah berarti kita mampu mengawal nafsu daripada langkah yang salah. Dan dari semua ini, akan mendapat pahala dari Allah SWT.  Betapa indahnya Islam.  



Akhirnya, semoga tulisan ini menjadikan manfaat buat kita semua (khususnya diri ini) dan sekaligus menjadikan sebuah do'a dalam pengharapan ku sebagai suami yang bragajul, untuk menepis kegersangan hati kita dalam berumah tangga. Amin.......

Mohon maaf jika ada tutur yang salah, karena kebenaran yang sempurna mutlak milik Allah SWT, sedangkan manusia (saya) adalah gudangnya kesalahan.    

Salam Ukhuwah sahabat......