SELAMAT DATANG DI "hhapadoh.blogspot.com" KAPAN-KAPAN MAMPIR LAGI YA...

Sabtu, 19 Mei 2012

Mengapa bukan ayah saja yang meninggal...?






Tak terasa hari sudah semakin senja.....rasa jenuh hinggap erat dipikiranku ini, tapi kaki rasanya berat tuk melangkah meninggalkan tempat pekerjaan. Akhirnya saya mencoba tuk membuka layar monitor komputer yang ada dihadapanku, dan mulai terasa sedikit demi sedikit terusir rasa jenuh ini. Saya mulai mengisi waktu menjelang pulang kerja dengan membuat artikel yang sudah lama tak sempat kulakukan...entah kenapa....
Semoga bermanfaat ya ...sahabat...? mau kan baca kisah ini......

Kisah kali ini diilhami oleh sebuah artikel yang berjudul "Mengapa bukan ayah saja yang meniggal" oleh Akhi Waryanto. Dan saya tidak akan merubah sedikitpun judulnya (kecuali isi saya berikan improvisasi disana-sini agar lebih terasa lebih dalam)....karena ini adalah yang membuat saya penasaran akan kisahnya, semoga ini juga kan terjadi pada mu......sahabat.


Photobucket



Begini......
Di sebuah pinggiran kota besar, ada Sekolah Dasar dimana seorang bocah, pendiam, kecerdasannya biasa-biasa saja tapi selalu ingin tahu, dia sangat mempigurkan guru agamanya dibanding orang tuanya sendiri. Dia adalah seorang siswa kelas 3 SD di sekolah tersebut.



Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat berjamaah termasuk "shalat shubuh".
Bagi si anak, shalat Shubuh adalah merupakan sesuatu yg sulit dilakukan. Namun sang bocah ini telah bertekad untuk menjalankan shalat shubuh di masjid. 
Lalu dgn cara bagaimana anak ini memulainya?
Dibangunkan ayahnya kah.... ? ibunya kah...? atau dengan alarm...?...tak terbayangkan buat bocah sekecil itu harus bagaimana melakukannya....




Sang anak nekat tak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan. Semalaman anak begadang, hingga tatkala adzan berkumadang, iapun ingin segera keluar menuju masjid.
 
Tapi...tatkala ia membuka pintu rumahnya...Suasana betapa gelap pekat, sunyi, senyap...membuat nyalinya menjadi ciut....tak terpikirkan sebelumnya, seegera pintu rumahnya ditutup kembali, sibocah mulai resah akan niatnya yang takkan kesampaian...padahal sudah berusaha semalaman tidak tidur.

Tapi tak beberapa lama....sang bocah mendengar suara langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul-mukul tanah.....tok...tok...tok....!!
Dengan hati agak takut, si bocah mulai memberanikan diri membuka pntu rumahnya kembali.




Ya.......(dengan hati agak sumringah), ada kakek-kakek ternyata berjalan dengan tongkatnya.....Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid.....lalu ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek Dan akhirnya berbahagialah sang bocah itu dapat melakukan shalat shubuh berjamaah di Mesjid.
Begitu pula cara ia pulang dari masjid. Bagi sang bocah menjadikan itu sebagai kebiasaan.....begadang malam, shalat shubuh mengikuti sang kakek ...dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah.





Hari demi hari...sang bocah melakukan aktivitas, nyaris tak satupun kedua orang tuanya yang tahu, selain hanya melihat sang bocah lebih banyak tidur di siang hari daripada bermain dan orang tuanya hampir tak memperdulikannya.... ini dilakukan sang bocah agar bisa begadang malam. 
Hingga suatu hari........
Terdengar kabar oleh si bocah, sang kakek  itu meninggal
Sontak, si bocah menangis kehilangan........




Sang ayah heran...”Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu...bukan siapa-siapa kamu!”
Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata, “kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”,  anak itu semakin histeris nangisnya......kakeek..... jangan pergi......!!
“Subhanallah.....nak, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.
Si bocah berkata, “Mendingan ayah saja yg meninggal, karena ayah tidak pernah membangunkan aku shalat Shubuh, dan mengajakkku ke masjid. ......ayah jahat......!!
Sementara kakek itu....setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Shubuh.”, kakek...kenapa kakek pergi....dengan siapa nanti saya ke mesjid......??


ALLAHU AKBAR...! .....Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya....Maafkan ayah nak....ayah terlalu disibukan pekerjaan, sampai nggak perdulikan semua ini.....





Kata-kata anak tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yg semestinya taat menjalankan perintah-Nya. Sang ayah rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya......Subhanallah...

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: "Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa(QS. Al Furqon: 74)




Kadang para orang tua tidak menyadari, bahwa diantara anak kita ada salah seorang yang diberikan oleh Allah SWT cahaya keimanannya sejak dini, sehingga dia sebetulnya menginginkan orang tuanya tuk menggemblengnya dan selalu mengingatkan akan kebaikan.
Saya pun merasakan itu, ketika di sekolah tempat saya mengajar sepuluh tahun yang lalu. Salah seorang siswa marah justru karena ada seorang guru yang membiarkan teman-teman sekelasnya ribut, dia memukul meja....seketika keributan di kelas itu menjadi hening....dan seketika itu juga anak yang memukul meja  keluar meninggalkan kelas, guru dan teman-temannya. Saya hampiri anak itu...dan dia mulai bercerita akan peristiwa yang terjadi. Akhirnya...saya mencoba memberikan ketenangan padanya agar tidak usah takut....karena kamu benar.
Semoga ini kan menjadi pengalaman yang bermanfaat buat kita semua...tuk menjalani kehidupan selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Amin.....

Salam Ukhuwah.




Photobucket



   

Kamis, 10 Mei 2012

Ketika cinta memudar .....





“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ (Ar-Ruum [30]: ayat 21)


Dalam hal keluarga seringkali terdengar sebutan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sakinah artinya tentram, yaitu adanya kepercayaan dalam berumah tangga, dan saling memahami sifat pasangan masing-masing. Keluarga sakinah menunjukan keluarga yang tenang dan damai. Mawaddah artinya cinta, yang merupakan tahapan berikutnya yang dirasakan pada pasangan. Cinta yang didasarkan atas rasa cinta kepada Allah SWT. Keluarga mawaddah menunjukan keluarga yang saling mencitai dan menyayangi. Rahmah artinya rahmat, merupakan akhir dari segala perasaan. Dalam tahap ini yaitu menjalankan pernikahan dengan benar-benar sehingga memproleh ridha Allah SWT. Dalam garis besar tujuan keluarga yaitu menjadi tempat yang tenang dan harmonis sebagai tempat lahirnya keturunan yang baik yang kemudian menjadi bagian masyarakat yang membangun. Sementara fungsi dari keluarga selain untuk mengikat cinta satu sama lain juga sebagai pembentuk generasi penerus keluarga.


Menurut Prof Dr Hamka, rahmah lebih tinggi kedudukannya daripada mawaddah sebab ia kasih mesra di antara suami isteri yang bukan lagi berasaskan keinginan syahwat, sebaliknya rasa kasih sayang murni yang tumbuh dari jiwa yang paling dalam sehingga suami isteri merasakan kebahagiaan yang tidak bertepi dan ketenangan yang tidak berbatas. Yang mereka inginkan adalah mengisi hari-hari akhir dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya secara bersama-sama. Mereka juga berusaha memberikan contoh yang baik, teladan dan nasihat kepada anak cucu supaya mereka tidak salah dalam memilih jalan hidup di dunia yang penuh dugaan ini. Inilah hakikat rahmah itu.

Allah akan menurunkan rahmah di dalam satu keluarga apabila keluarga berkenaan dibina atas niat mencari keredaan Allah. Oleh sebab itu, di dalam proses membina satu rumah tangga, Rasulullah memberikan bimbingan kepada umat Islam agar memilih pasangan karena empat prinsip, yaitu kecantikan, keturunan, kekayaan dan agamanya. Akan tetapi Rasulullah memberatkan agar agama menjadi keutamaan. Ada kalanya orang memilih pasangan karena kecantikan dan kekayaan sehingga mereka lupa bahwa kecantikan dan harta bersifat sementara. Begitu juga dengan keturunan dan nasab tidak selamanya menjamin kebahagiaan.




Pada sikon kekinian, banyak hal  terjadi dalam masyarakat, yang secara langsung dan tidak, mempengaruhi setiap anggota keluarga. Ketidaksiapan dan ketidaksanggupan menanggapi serta mengatasi setiap permasalahan tersebut, berdampak pada hancurnya keluarga, termasuk putusnya ikatan perkawinan atau perceraian.
Dinamika dalam perkawinan dan keluarga, memunculkan hal-hal membangun, sejahtera, kebahagiaan, dan juga keributan, dan berbagai ancaman terhadap keutuhan keluarga. Ada banyak faktor yang  menyumbangkan terputusnya suatu perkawinan, hal tersebut antara lain;

 
  • Kehilangan cinta kasih. Pada umumnnya laki-laki dan perempuan memasuki hidup dan kehidupan sebagai suami-isteri  dengan alasan cinta. Namun, cinta tersebut hanya sekedar kata cinta dan tanpa makna mendalam serta ikatan yang kuat. Cinta seperti itu tidak berisi kasih-sayang sejati atau agape. Jika seperti itu, maka suami-isteri mudah kehilangan cinta yang berdampak pada retaknya hubungan mereka, kemudian berujung pada perceraian. Kasih sejati mampu menutup segala bentuk kekurangan dan sebagai pengikat yang mempersatukan suami-isteri sampai maut memisahkan mereka.  
  • Ketidakmampuan menyesuaikan diri. Setiap laki-laki dan perempuan, sebelum mereka menjadi suami-isteri, mempunyai berbagai latar belakang; misalnya, budaya, agama, pendidikan, tingkat dan status sosial, ekonomi, gaya hidup, agama. Ketika masih pacaran dan bertunangan, mereka belajar untuk mencapai kesepadanan dan kesusaian antar keduanya. Akan tetapi, ketika proses tersebut belum mencapai tingkat maksimal atau memadai, mereka sudah menikah dan menjadi suami-isteri. Pada sikon seperti itu, ditambah dengan perkembangan dan pengaruh dari luar keluarga,  suami atau isteri terjebak dalam dunianya[sesuai latar belakangnya] sambil tidak mau menyesuaikan diri dengan sikon pasangannya. Jika hal itu, terus menerus terjadi maka semakin lama memunculkan pemisahan dalam berbagai hal yang berujung pada perceraian.
  • Hidup yang monoton. Suami-isteri yang telah lama menjalani hidup dan kehidupan keluarga, kadang-kadang terjerumus ke dalam sesuatu [kondisi hidup dan kehidupan] yang monoton dan membosankan. Akibat, suami-isteri inginkan sesuatu yang bernuansa baru; namun kadang-kadang justru meninggalkan suami atau isterinya. Kesepian hidup dan kehidupan. Biasanya, pada suami-isteri yang anak-anaknya sudah dewasa dan telah membangun keluarga sendiri, memasuki hari-hari kesendirian dan kesepian. Dengan itu, memudahkan munculnya kebosanan.



Photobucket





Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9) 


 

Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebih utama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam keluarga maupun dalam masyarakat.




Bagaimana mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah itu?
Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:

  • Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang dilarang Allah SWT
  • Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha Allah dan surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dari siksa api neraka.
  • Istri berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya tentang agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan suaminya.
  • Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.
  • Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
  • Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersyukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-qur’an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
  • Suami istri selalu memohon kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah.
  • Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. 
  • Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.
 Wallahu Alam




Akhirnya penulis serahkan  segalanya padamu wahai sahabatku.....Semoga kita diberikan kekuatan, kemampuan dan kesabaran dalam menghadapi semuanya.  Amin.......